Senin, 22 Juni 2015

Pelayanan Antenatal Care



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.            Latar Belakang
Angka Kematian Ibu atau AKI di Indonesia lebih tinggi dibandingkan  dengan negara-negara anggota ASEAN. Di Thailand resiko kematian ibu  karena melahirkan hanya 1 dari 100.000 kelahiran. Sasaran pembangunan kesehatan tahun 2005-2009 adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan yang mencakup, meningkatnya umur harapan hidup dari 66,2 tahun menjadi 67,9 tahun, menurunnya angka kematian bayi dari 35 menjadi 25 per 1000 kelahiran hidup, menurunnya AKI dari 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup dan menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita dari 25,8% menjadi 20%.
Hasil survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2005, angka kematian ibu di Indonesia 307 per 100.000 kelahiran hidup. Dengan kecenderungan seperti ini, pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs)untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) sebesar 225/100.000 kelahiran hidup akan sulit terwujud kecuali akan dilakukan upaya yang lebih intensif untuk mempercepat laju penurunannya. Ada tiga fase terlambat yang berkaitan erat dengan angka kematian ibu hamil dan bersalin, yaitu: 1. terlambat untuk mengambil keputusan mencari pertolongan ke pelayanan kesehatan terdekat atau merujuk dari pelayanan kesehatan ke pelayanan kesehatan lainnya; 2. terlambat untuk sampai atau tiba di pelayanan kesehatan; 3. terlambat menerima asuhan atau sampai di pelayanan kesehatan.
KIA sebagai bagian dari Millenium Development Goals (MDGs) memiliki beberapa kegiatan pokok dalam rangka pencapaian Kesehatan Ibu dan Anak. Salah satunya, yaitu pelayanan Antenatal. Oleh sebab itu, melalui makalah ini penulis ingin memberi gambaran tentang pentingnya peranan pelayanan antenatal dalam pencapaian Kesehatan Ibu dan Anak.

1.2.      Rumusan Masalah
   Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1)      Apa pengertian pelayanan antenatal?
2)      Siapakah sasaran pelayanan antenatal
3)      Apa tujuan pelayanan antenatal ?
4)      Apa saja fungsi pelayanan antenatal ?
5)      Bagaimana cara pelayanan antenatal?
6)      Bagaiman bentuk intervensi pada pelayanan antenatal ?
7)      Apa saja komplikasi dalam kehamilan?

1.3.             Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diuraikan tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1)      Memahami tentang pengertian pelayanan antenatal
2)      Mengetahui tentang sasaran pelayanan antenatal
3)      Memahami tentang tujuan pelayanan antenatal
4)      Mengetahui tentang fungsi pelayanan antenatal
5)      Memahami tentang cara pelayanan antenatal
6)      Memahami tentang bentuk intevensi pada pelayanan antenatal
7)      Mengetahui tentang komplikasi dalam kehamilan

1.4.      Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu bahan referensi bagi  mahasiswa dalam mempelajari materi tentang pelayanan antenatal (ANC).








BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Antenatal Care
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK) (Depkes, 2010). Pelayanan  antenatal terintegrasi merupakan integrasi pelayanan antenatal rutin dengan   beberapa program lain yang sasarannya pada ibu hamil, sesuai prioritas  Departemen Kesehatan, yang diperlukan guna meningkatkan kualitas  pelayanan antenatal. Program-program yang di integrasikan dalam pelayanan  antenatal terintegrasi meliputi :
a.       Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE)
b.      Antisipasi Defisiensi Gizi dalam Kehamilan (Andika)
c.       Pencegahan dan Pengobatan IMS/ISR dalam Kehamilan (PIDK)
d.      Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia
e.       Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT)
f.       Pencegahan Malaria dalam Kehamilan (PMDK)
g.      Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kusta
h.      Pencegahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK)
i.        Penanggulangan Gangguan Intelegensia pada Kehamilan (PAGIN).
(Depkes RI, 2009)
2.2.      Sasaran Antenatal Care
Sasaran pelayanan antenatal adalah jumlah semua ibu hamil di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Angka ini dapat diperoleh dengan berbagai cara :
  1. Angka sebenarnya,yang diperoleh berdasarkan cacah jiwa.
  2. Angka perkiraan
  3. Angka kelahiran kasar ( CBR ) x 1,1 x jumlah penduduk setempat dengan pengambilan angka CBR dari propinsi,atau bila ada dari kabupaten setempat atau 3 % dari jumlah penduduk setempat.

2.3.      Tujuan Antenatal Care
Baru dalam setengah abad ini diadakan pengawasan wanita hamil  secara teratur dan tertentu. Dengan usaha itu ternyata angka mortalitas serta  morbiditas ibu dan bayi jelas menurun.  Tujuan pengawasan wanita hamil ialah menyiapkan ia sebaik-baiknya  fisik dan mental, serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan,  persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka saat postpartum sehat dan  normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) tujuan pelayanan antenatal adalah:
1)      Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin.
2)      Meningkatkan serta mempertahankan kesehatan fisik, mental, sosial ibu dan janin.
3)      Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.
4)      Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu maupun bayi dengan trauma seminimal mungkin.
5)      Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI Eksklusif.
6)      Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.
7)      Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.

2.4.      Fungsi Antenatal Care
a.       Promosi kesehatan selama kehamilan melalui sarana dan aktifitas pendidikan.
b.      Melakukan screening, identifikasi pada wanita dengan kehamilan resiko tinggi dan merujuk bila perlu.
c.       Memantau kesehatan selama hamil dengan usaha mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi.


2.5.      Cara Pelayanan Antenatal Care
Untuk menghindari risiko komplikasi pada kehamilan dan persalinan, setiap ibu hamil dianjurkan untuk melakukan kunjungan antenatal yang berkualitas minimal 4 kali, yaitu :
a.       Minimal 1 kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum minggu ke 16).
b.      Minimal 1 kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu ke 24-28).
c.       Minimal 2 kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu ke 30-32 dan antara minggu ke 36-38).

Menurut Kemenkes RI (2011), pemeriksaan antenatal dilakukan dengan standar pelayanan antenatal yang dikenal dengan istilah 7T,  yaitu :
a.       Ukur tinggi badan
b.      Timbang berat badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA)
c.       Ukur Tekanan Darah
d.      Ukur Tinggi Fundus Uteri (TFU)
e.       Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)
f.       Pemberian Tablet besi (fe)
g.      Tanya/Temu wicara

Cara pelayanan antenatal care :
1)      Kunjungan selama trimester pertama (sebelum minggu ke 16) (K1)
·         Pada kunjungan pertama lengkapi riwayat medis ibu yang meliputi identitas ibu, riwayat kehamilan sekarang, riwayat kontrasepsi, riwayat medis lain, dan riwayat sosial ekonomi.
·         Pemeriksaan fisik umum pada kujungan pertama
-       Tanda vital: (tekanan darah, suhu badan, frekuensi nadi, frekuensi napas)
-       Berat badan
-       Tinggi badan
-       Lingkar lengan atas (LILA)
-       Muka : apakah ada edema atau terlihat pucat.
-       Status generalis atau pemeriksaan fisik umum lengkap, meliputi: kepala, mata, higiene mulut dan gigi, karies, tiroid, jantung, paru, payudara (apakah terdapat benjolan, bekas operasi di daerah areola, bagaimana kondisi puting), abdomen (terutama bekas operasi terkait uterus), tulang belakang, ekstremitas (edema, varises, refleks patella), serta kebersihan kulit.
·         Pemeriksaan fisik obstetri pada kunjungan pertama
-       Tinggi fundus uteri.
-       Vulva/perineum untuk memeriksa adanya varises, kondiloma, edema, hemoroid, atau kelainan lainnya.
-       Pemeriksaan dalam untuk menilai: serviks, uterus, adneksa, kelenjar bartholin, kelenjar skene , dan uretra (bila usia kehamilan <12 minggu).
-       Pemeriksaan inspekulo untuk menilai: serviks, tanda-tanda infeksi, dan cairan dari ostium uteri.
-       palpasi dengan metode Leopold I
Leopold I : menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin yang terletak di fundus uteri(dilakukan sejak awal trimester I).
·         Pemeriksaan laboratorium pada kunjungan pertama
-       Kadar hemoglobin.
-       Golongan darah ABO dan rhesus.
-       Tes HIV: ditawarkan pada ibu hamil di daerah epidemi meluas dan terkonsentrasi, sedangkan di daerah epidemi rendah tes HIV ditawarkan pada ibu hamil dengan IMS dan TB.
-       Rapid test atau apusan darah tebal dan tipis untuk malaria: untuk ibu yang tinggal di atau memiliki riwayat bepergian kedaerah endemic malaria dalam 2 minggu terakhir.
·         Pemeriksaan USG
Pada awal kehamilan (idealnya sebelum usia kehamilan 15 minggu) untuk menentukan usia gestasi, viabilitas janin, letak dan jumlah janin, serta deteksi abnormalitas janin yang berat.
·         Beri ibu 60 mg zat besi elemental segera setelah mual/muntah berkurang, dan 400μg asam folat 1x/hari sesegera mungkin selama kehamilan.
·         Di area dengan asupan kalsium rendah, suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dianjurkan untuk pencegahan preeklampsia bagi semua ibu hamil, terutama yang memiliki risiko tinggi (riwayat preeklampsia di kehamilan sebelumnya, diabetes, hipertensi kronik, penyakit ginjal, penyakit autoimun, atau kehamilan ganda)
·         Pemberian 75 mg aspirin tiap hari dianjurkan untuk pencegahan preeklampsia bagi ibu dengan risiko tinggi, dimulai dari usia kehamilan 20 minggu.
·         Beri ibu vaksin tetanus toksoid (TT) sesuai status imunisasinya. Pemberian imunisasi pada wanita usia subur atau ibu hamil harus didahului dengan skrining untuk mengetahui jumlah dosis (dan status) imunisasi tetanus toksoid (TT) yang telah diperoleh selama hidupnya. Pemberian imunisasi TT tidak mempunyai interval (selang waktu) maksimal, hanya terdapat interval minimal antar dosis TT.
-       Jika ibu belum pernah imunisasi atau status imunisasinya tidak diketahui, berikan dosis vaksin (0,5 ml IM di lengan atas)
Pemberian vaksin TT untuk ibu yang belum pernah imunisasi (DPT/TT/Td) atau tidak tahu status imunisasinyanimal
Pemberian
Selang waktu minimal
TT1
Saat kunjungan pertama (sedini mungkin pada kehamilan)
TT2
4 minggu setelah TT1 (pada kehamilan)
TT3
6 bulan setelah TT2 (pada kehamilan, jika selang waktu minimal terpenuhi)
TT4
1 tahun setelah TT3
TT5
1 tahun setelah TT4

-       Dosis booster mungkin diperlukan pada ibu yang sudah pernah diimunisasi. Pemberian dosis booster 0,5 ml IM disesuaikan dengan jumlah vaksinasi yang pernah diterima sebelumnya.

Pemberian vaksin tetanus untuk ibu yang sudah pernah diimunisasi (DPT/TT/Td)
Pernah
P emberian dan selang waktu
1 kali
TT2, 4 minggu setelah TT1 (pada kehamilan)
2 kali
TT3, 6 bulan setelah TT2 (pada kehamilan, jika selang waktu minimal terpenuhi)
3 kali
TT4, 1 tahun setelah TT3
4 kali
TT5, 1 tahun setelah TT4
5 kali
Tidak perlu lagi

·         Memberikan materi konseling, informasi dan edukasi
Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) wajib dimiliki oleh setiap ibu hamil, karena materi konseling dan edukasi yang perlu diberikan tercantum di buku tersebut.
2)      Kunjungan selama trimester kedua (antara minggu ke 24-28) (K2)
·         Memperhatikan catatan ibu pada kunjungan sebelumnya serta menanyakan keluhan yang dialami ibu selama kehamilan.
·         Pemeriksaan fisik umum
-       Tanda vital: (tekanan darah, suhu badan, frekuensi nadi, pernafasan napas).
-       Berat badan
-       Edema
-       Pemeriksaan terkait masalah yang telah teridentifikasi pada kunjungan sebelumnya.
·         Pemeriksaan obstetri
-       Pantau tumbuh kembang janin dengan mengukur tinggi fundus uteri. Sesuaikan dengan grafik tinggi fundus.
-       Palpasi dengan metode Leopold II dan Leopold III
Leopold II : menentukan bagian janin pada sisi kiri dan kanan ibu(dilakukan mulai akhir trimester II).
Leopold III : menentukan bagian janin yang terletak di bagian bawah uterus (dilakukan mulai akhir trimester II).
-       Auskultasi denyut jantung janin menggunakan fetoskop atau Doppler (jika usia kehamilan > 16 minggu).
·         Pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
-       Urinalisis (terutama protein urin pada trimester kedua dan ketiga) jika terdapat hipertensi.
-       Pemeriksaan sputum bakteri tahan asam (BTA): untuk ibu dengan riwayat defisiensi imun, batuk > 2 minggu atau LILA < 23,5 cm.
-       Tes sifilis.
-       Gula darah puasa.
·         Pemeriksaan USG
Pada usia kehamilan sekitar 20 minggu untuk deteksi anomali Janin.
·         Identifikasi komplikasi dan melakukan rujukan.
3)      Kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu ke 30-32 dan antara minggu ke 36-38) (K3 dan K4)
·         Memperhatikan catatan ibu pada kunjungan sebelumnya serta menanyakan keluhan yang dialami ibu selama kehamilan
·         Pemeriksaan fisik umum
-       Tanda vital: (tekanan darah, suhu badan, frekuensi nadi, pernafasan napas)
-       Berat badan
-       Edema
-       Pemeriksaan terkait masalah yang telah teridentifikasi pada kunjungan sebelumnya
·         Pemeriksaan obstetri
-       Pantau tumbuh kembang janin dengan mengukur tinggi fundus uteri. Sesuaikan dengan grafik tinggi fundus.
-       palpasi dengan metode Leopold IV
Leopold IV : menentukan berapa jauh masuknya janin ke pintu atas panggul (dilakukan bila usia kehamilan >36 minggu).

·         Pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi
-       Urinalisis (terutama protein urin pada trimester kedua dan ketiga) jika terdapat hipertensi.
-       Kadar hemoglobin pada trimester ketiga terutama jika dicurigai anemia.
-       Pemeriksaan sputum bakteri tahan asam (BTA): untuk ibu dengan riwayat defisiensi imun, batuk > 2 minggu atau LILA < 23,5 cm.
-       Tes sifilis.
-       Gula darah puasa.
·         Pemeriksaan USG
Pada trimester ketiga untuk perencanaan persalinan
·         Identifikasi komplikasi dan melakukan rujukan

2.6.      Intervensi Dalam Pelayanan Antenatal Care
Intervensi dalam pelayanan antenatal care adalah perlakuan yang diberikan kepada ibu hamil setelah dibuat diagnosa kehamilan. Adapun intervensi dalam pelayanan antenatal care adalah :
1.      Intervensi Dasar
a.       Pemberian tetanus toxoid
·         Tujuan pemberian TT adalah untuk melindungi janin dari tetanus neonatorum, pemberian TT baru menimbulkan efek perlindungan bila diberikan sekurang-kurangnya 2 kali dengan interval minimal 4 minggu, kecuali bila sebelumnya ibu telah mendapatkan TT 2 kali pada kehamilan yang lalu atau pada masa calon pengantin, maka TT cukup diberikan satu kali (TT ulang). Untuk menjaga efektifitas vaksin perlu diperhatikan cara penyimpanan serta dosis pemberian yang tepat.
·         Dosis dan pemberian 0,5 cc pada lengan atas


b.      Pemberian Zat Besi
·      Tujuan pemberian tablet  Fe adalah untuk memenuhi kebutuhan Fe pada ibu hamil dan nifas karena pada masa kehamilan dan nifas kebutuhan meningkat
·      Di mulai dengan memberikan satu sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 Mg (zat besi 60 Mg) dan Asam Folat 500 Mg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak di minum bersama teh atau kopi, karena mengganggu penyerapan.

2.      Intervensi Khusus
·         Berdasarkan faktor risiko, adalah sebagai berikut :
a.  Umur ibu kurang dari 20 tahun
Bagi ibu hamil dengan umur yang kurang dari 20 tahun bukan berarti ibu termasuk tidak normal melainkan ibu tergolong dengan resiko tinggi. Hamil pada usia remaja tentu akan berdampak besar bagi masa depan ibu. Organ reproduksi remaja belum matang untuk menerima kehamilan. Dari kesiapan psikologis untuk menjalani hidup berumah tangga juga akan berpengaruh bagi ibu muda. Memang ada kemungkinan ibu untuk melahirkan secara normal, namun untuk kehamilan ibu sendiri harus dalam pengawasan. Resiko yang kemungkinan dialami yaitu perdarahan pasca persalinan, pre-eklamsi sampai terjadinya eklamsi, bayi beresiko mengalami kecacatan kongenital. Resiko yang kemungkinan dialami adalah terjadinya kanker serviks atau kanker leher rahim dimana yang menjadi faktor predisposisinya yaitu kontak seksual pertama kali di usia muda.  

b.      Hamil dengan umur diatas 35 tahun 
Beberapa wanita hamil di atas umur 35 tahun. Perlu dipahami bahwa semakin tua umur wanita maka kualitas sel telur yang dihasilkan juga semakin menurun, sehingga resiko melahirkan bayi dengan kelainan/ cacat sangat besar terjadi. Selain itu masih ada beberapa resiko lain yang kemungkinan bisa ditimbulkan seperti kehamilan kembar, menderita diabetes gestasional sehingga bayi yang dilahirkan memiliki berat badan besar, tekanan darah tinggi, resiko bayi yang dilahirkan dengan kelainan kromosom (sindrom down) dan besar kemungkinan terjadinya keguguran di awal kehamilan. 

c.       Tinggi badan ibu kurang dari 145 cm 
Tinggi badan seseorang mempengaruhi bentuk panggul seseorang. Tinggi badan yang kurang dari 145 cm beresiko terjadinya panggul sempit.Panggul yang merupakan jalan lahir bagi bayi. Bayi dapat lahir dengan lancar apabila jalan yang dilaluinya tidak ada hambatan. Apabila jalan untuk lahir sempit dan tidak sesuai dengan ukuran bayi, maka dapat di pastikan bayi tidak bisa dilahirkan secara normal. Namun, tidak semua ibu hamil dengan tinggi kurang dari 145cm diharuskan untuk operasi caesar. Semua tergantung dari kesesuaian antara bentuk panggul dengan besar bayi. 

d.      Berat badan ibu kurang dari 45 kg
Saat dimulainya kehamilan ibu memiliki berat badan kurang dari 45kg, sebaiknya ibu harus melakukan tindakan untuk meningkatkan berat badan ibu dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan frekuensi makan ditingkatkan. Berat badan yang rendah (< 45 kg) akan sangat berpengaruh terhadap asupan nutrisi ke janin. Selain itu fungsi plasenta juga bisa mnegalami penurunan fungsi akibat dari transport nutrisi yang tidak adekuat. Resiko lain yang mungkin ditimbulkan adalah bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).

e.       Jarak anak terakhir dengan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahhun 
Alat reproduksi memerlukan waktu untuk dapat berfungsi dengan sempurna. Waktu yang diperlukan untuk masa pemulihan ini minimal 2 tahun. Beberapa penelitian menyatakan bahwa resiko untuk melahirkan dengan jarak kurang dari 2 tahun itu besar. Ibu beresiko 3 kali lebih besar melahirkan bayi dengan gangguan perkembangan. Pada studi yang dilakukan oleh Dr Keely Cheslack Postava dari Colombia University menyatakan bahwa ibu dengan jarak kehamilan terlalu dekat semakin meningkatkan resiko bayi lahir dengan autisme. 


f.       Jumlah anak lebih dari 4 
Jumlah anak yang terlalu banyak tentu akan berhubungan dengan sistem alat reproduksi. Banyak komplikasi yang bisa ditimbulkan dengan seringnya melahirkan. Komplikasi bisa terjadi baik selama kehamilan maupun saat persalinan. Komplikasi selama kehamilan yaitu terjadinya perdarahan antepartum, terlepasnya sebagian atau seluruh bagian plasenta yang bisa menimbulkan kematian janin, tertutupnya jalan lahir oleh plasenta sehingga perlu pemeriksaan dan penanganan dari dokter spesialis kandungan anda. 

2,7.      Komplikasi Kehamilan
Menurut Departemen Kesehatan RI (1997), jika tidak melaksanakan Asuhan Antenatal Care (ANC) sesuai aturan, dikhawatirkan akan terjadi komplikasi-komplikasi yang terbagi menjadi tiga kelompok (Arsita, 2012) :
a)      Komplikasi obstetri langsung
(1)   Perdarahan
Pendarahan antepartum adalah pendarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada pendarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, 1998). Jika pendarahan terjadi di tempat yang jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas pelayana kesehatan tersebut tidak mampu melakukan tindakan yang diperlukan, maka umumnya kematian maternal akan terjadi (Rochjati, 2003).
(2)   Pre eklamasi/eklamsia
Merupakan kondisi ibu yang disebabkan oleh kehamilan disebut dengan keracunan kehamilan, dengan tanda-tanda udem (pembengkakan), terutama pada tungkai dan muka, tekanan darah tinggi, dan dari pemeriksaan laboratorium urine terdapat protein. Kematian karena eklampsia meningkat dengan tajam dibandingkan pada tingkat preeclampsia berat (Manuaba, 1998).
(3)   Kelainan letak lintang, sungsang primi gravida
Ø  Kelainan letak lintang, merupakan kelainan letak janin di dalam rahim pada kehamilan tua (trimester tiga). Kepala janin ada di samping kanan atau kiri dalam rahim ibu. Janin letak lintang tidak dapat lahir melalui persalinan normal karena sumbuh tubuh janin melintang terhadap sumbu tubuh ibu. Bayi membutuhkan pertolongan Caesar (Rochjati, 2003).
Ø  Kelainan sungsang primi gravida, merupakan kelainan letak janin di dalam rahim pada kehamilan tua (trimester ketiga) dengan kepala di atas dan bokong atau kaki di bawah. Bayi letak sungsang lebih sukar dilahirkan karena kepala lahir terakhir (Rochjati, 2003).
(4)   Hidramnion
Kehamilan dengan jumlah air ketuban lebih dari dua liter. Keadaan ini mulai tampak pada trimester ketiga, dapat terjadi secara perlahan-lahan atau sangat cepat.
(5)   Ketuban pecah dini (KPD)
Keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu. Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm (Saifudin, 2002).

b)      Komplikasi obstetri tidak langsung
(1)   Penyakit jantung
Pada saat kehamilan, penyakit jantung ini akan menjadi lebih berat. Pengaruh penyakit jantung terhadap kehamilan adalh dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan janin dengan berat badan lahir rendah, prematuritas, kematian janin dalam rahim, dan dapat juga terjadi abortus.
(2)   TBC (Tuberkolosis)
Penyakit ini tidak berpengaruh secara langsung terhadap janin dan tidak memberikan penularan selama kehamilannya. Janin baru akan tertular setelah dilahirkan. Bila tuberculosis sudah berat, dapat menurunkan kondisi tubuh ibu hamil, tenaga dan termasuk ASI ikut berkurang, bahkan ibu dianjurkan untuk tidak memberikan ASI kepada bayinya secara langsung.



(3)   Anemia
Pengaruh terhadap kehamilan antara lain adalah dapat menurunkan daya tahan ibu hamil sehingga ibu mudah sakit, menghambat pertumbuhan janin sehingga bayi lahir dengan berat badan rendah dan persalinan premature (Rochjati, 2003).
(4)   Malaria
Bahaya yang mungkin terjadi pada kehamilan antara lain abortus, kematian janin dalam kandungan, dan persalinan premature (Rochjati, 2003)
(5)   Diabetes militus
Pengaruh terhadap kehamilan tergantung pada berat-ringannya penyakit, pengobatan, dan perawatannya. Pengobatan diabetes mellitus menjadi lebih sulit karena pengaruh kehamilan. Kehamilan akan memperberat diabetes mellitus dan memperbesar kemungkinan timbulnya komplikasi seperti koma (Rochjati, 2003).

c)      Komplikasi yang tidak berhubungan dengan obsterik, seperti cedera akibat kecelakaan (kendaraan, keracunan, dan kebakaran).















BAB III
PENUTUP

3.1.      Simpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1)      Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil.
2)      Sasaran pelayanan antenatal, yaitu adalah jumlah semua ibu hamil di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu
3)      Tujuan pelayanan antenatal, yaitu memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi; meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu dan bayi; mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan; mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, Ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin; dan mempersiapkan peran Ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal (Saifuddin, dkk., 2002).
4)      Fungsi pelayanan antenatal, yaitu promosi kesehatan selama kehamilan melalui sarana dan aktifitas pendidikan; melakukan screening, identifikasi dengan wanita dengan kehamilan resiko tinggi dan merujuk bila perlu; dan memantau kesehatan selama hamil dengan usaha mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi.
5)      Cara pelayanan antenatal, disesuaikan dengan standar pelayanan antenatal menurut Depkes RI yang dikenal dengan istilah 7T dan didistribusikan ke dalam jadwal kunjungan ibu hamil.
6)      Intervensi dalam pelayanan antenatal care adalah perlakuan yang diberikan kepada ibu hamil setelah dibuat diagnosa kehamilan. Adapun intervensi dalam pelayanan antenatal care meliputi intervensi dasar dan khusus.
d)     Menurut Departemen Kesehatan RI (1997), jika tidak melaksanakan Asuhan Antenatal Care (ANC) sesuai aturan, dikhawatirkan akan terjadi komplikasi-komplikasi yang terbagi menjadi tiga kelompok (Arsita, 2012), yaitu komplikasi obstetri langsung, komplikasi obstetri tidak langsung dan Komplikasi yang tidak berhubungan dengan obsterik.

3.2.      Saran
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyarankan agar pembaca dapat memahami tentang pentingnya pelayanan antenatal bagi seorang ibu hamil. Selain itu, penulis juga ingin merekomendasikan makalah ini sebagai salah satu referensi bagi mahasiswa FKM UNDANA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar